Kisah relasi dalam dongeng klasik maupun serial drama dan juga novel romansa memang menawarkan banyak inspirasi, yang penting jangan sampai terlena oleh idiom khas penutup di akhir kisah,"...and they happily ever after", karena sesungguhnya akhir kisah justru adalah AWAL DARI PERJUANGAN, hehehe....:p
Lalu bagaimana baiknya agar kisah kita juga kalo bisa HAPPY SAMPAI ENDING. Merangkum dari banyak kisah, mulai dari yang sederhana sampai yang menggetarkan jiwa, ada benang merah yang sama, yaitu kekuatan SELFLESS.
Kisah mereka bisa menginspirasi bahkan juga membahagiakan, bukan hanya bagi diri mereka, namun juga bagi sekeliling mereka, termasuk yang hanya mendengar atau hanya bisa membaca kisah mereka.
Mereka yang sukses menjalani bukanlah mereka yang lalu kemudian bebas dari badai, godaan untuk tidak setia apalagi yang tak pernah bertarung hebat, melainkan mereka yang bersedia meletakkan cinta mereka di atas ego mereka.
Pesta itu wajib karena hanya sekali seumur hidup
Sama sekali tak ada yang melarang soal ini, tapi bila dananya bisa digunakan untuk hal yang jauh lebih bermanfaat mungkin akan lebih indah juga bijak. Karena seriusan, banyak calon pasangan yang jauh lebih sibuk mempersiapkan PESTANYA daripada PERNIKAHANNYA SENDIRI.
Hingga akhirnya terkadang, nabung buat pestanya tiga tahun, lalu habis untuk sebuah pesta selama 3 jam namun kemudian kenyataan berkata berbeda saat harus menghadapi pernikahannya berakhir dalam tempo 3 bulan, entah karena badai moneter akibat menjaga "harkat, gengsi dan martabat", atau emang karena gak siap dengan keajaiban pernikahan yang ternyata tak se-amazing masa pacaran dulu, wkwkwkwkwk....:p
Faktor alamiah yang sangat manusiawi bila kita masih ingin "unjuk pamer" karena kebutuhan dasar untuk dihargai. Yang penting jangan sampai besar pasak daripada tiang, karena perjalanan kisah cinta kita masih panjang dan kebutuhan masih banyak.
Itu sebabnya, cukup surprise dengan bbrp pasangan yang akhirnya memilih menikah tamasya hanya bersama pasangan dan orang tua (dengan latar bakti) atau berbagi bahagia kepada sahabat/saudara yang membutuhkan (dengan fokus charity).
PASANGAN ITU PARTNER DAN BUKAN PEMBANTU
Kita memilih pasangan adalah sebagai partner hidup dan bukan pembantu. Jadi kalo sampe kaget krn kebetulan partner yang kita pilih ternyata bahkan "beneran gak bisa apapun", maka ajak kerja bakti, sebab banyak kemesraan terjadi karena aktifitas kerja bareng ini. Jadi bukan siapa ngerjain apa, tapi siapa yg sempet handle aja, sukur2x bisa kerjain bareng lalu share di Sosmed sekalian bila perlu untuk inspirasi betapa kerja rumah tangga bersama itu bisa CUTE juga romantiez, hahahhahahahahaha....:p
Demikian pula, berbagi rawat anak. Perlu selfless banget, karena jangan smp karena ego domestik, anak jadi lebih berbakti sama opa omanya, atau yang lebih tragis, lebih sayang dan hafal nama pengasuhnya. Mendidik dan menjaga anak itu kompleks. Dua orang tua merawat saja belum tentu ada jaminan sukses, apalagi sampai kehadiran keduanya sama sekali gak ada, dengan alasan "kami berdua berjuang kan untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka juga".
Uang penting, bagi pertumbuhan edukasinya, namun kehadiran dan cinta kasih serta perhatian dan sentuhan diperlukan bagi pertumbuhan jiwanya. Jangan sampai putra-putri kita tumbuh dengan jiwa mandiri tapi kering cinta kasih, dan akhirnya menyelesaikan semua masalah dengan uang yang berlimpah, sementara miskin dan gersang empatinya.
Ada baiknya dipertimbangkan dgn bijak, karena bila gak sanggup menjaga buah hati, mungkin bisa menggunakan opsi pernikahan tanpa anak, karena jangan sampai mereka jadi korban dr ego kita semata.
UANG ITU PENTING TAPI SAYANGNYA BUKAN SEGALANYA
seriusan, duit emang sangat penting, tapi nyatanya, ada atau gak ada fulus, tetep aja tingkat badainya (godaan dari pihak ketiga, sampai faktor kesabaran hati dan fisik saat perjalanan kehidupan tak sesuai harapan, salah satunya sakit panjang atau kecelakaan tak terduga, bahkan buah hati yg membutuhkan jiwa sangat-sangat besar dan luas dari kita saat ternyata lahir dengan kebutuhan khusus bahkan sangat khusus) sama besar, berikut kenyataan faktor perpisahannya. Itu sebabnya faktor banyak uang sama sekali gak pernah bakal berbanding lurus dengan index kebahagiaan sebuah keluarga. Karena jangan sampe banyak duit juga sekaligus banyak partnernya.
TAK SEMUA ORANG TUA BAIK, NAMUN TETAPLAH SEBUAH PERBUATAN BAIK TERINDAH DALAM HIDUP SAAT MAU MERAWAT ORANG TUA
Gak perlu berpanjang lebar pake asumsi bahwa budaya barat anak sudah harus mandiri lah, dan sebagainya. Filosofinya sederhana dan jelas, mau anak suruh mandiri kek, ortu jangan terlalu berharap sama anak lah, dsb. Ada satu fakta jelas bahwa, ANAK SAMPAI KAPAN PUN GAK BAKAL PERNAH BISA BALAS BUDI ORANG TUA KAN, MAKA MINIMAL BISA MERAWAT SENDIRI SUKUR SUKUR SAMPAI MEMBAHAGIAKAN.
Karena sudah jelas, contoh nyata adalah segalanya krn selain lebih berharga dan bermanfaat dibandingkan ribuan nasehat, juga itulah yang akan jadi warisan bagi generasi-generasi kita selanjutnya.
Mendidik anak untuk berbakti, bukanlah tentang pelajaran kewajiban balas budi, melainkan lebih kepada kesadaran bahwa jangan sampai kita baik kepada orang tua lain namun malah justru buruk kepada orang tua sendiri. Kita berjodoh dengan orang tua yang sekarang, sudah jelas murni tanaman kita sendiri, maka apapun bentuknya, baik atau buruk, alangkah indahnya bila kita yang menjaga mereka dengan tangan kita sendiri. Supaya jangan sampai kita ironisnya bahkan misalnya sampai mampu menyadarkan orang tua lain kembali dari jalan yang salah hingga bisa kembali ke jalan yang benar, sementara orang tua sendiri yang kadang justru sudah di jalan benar malah disia-siakan.
Merawat orang tua sesungguhnya membaikkan hubungan sendiri, karena dalam proses menjalani kehidupan, menyehatkan jiwa orang lain sesungguhnya menyembuhkan jiwa kita sendiri terlebih dahulu.
So, pada akhirnya ternyata semua faktor yang sudah tersampaikan di atas membutuhkan SELFLESS. intinya keluarga yang bahagia, bahkan sukses hingga hanya maut memisahkan, indikatornya adalah tingkat, ukuran dan level selfless yang semakin tinggi, semakin besar dan semakin dalam.
Selfless utk gak perlu gengsi jadi resepsinya digantikan dengan cara yg berbeda, selfless dalam partnership dan jaga anak juga jaga orang tua. Selfless dimulai dari cara kita menjalani kehidupan, maka baru bisa diterapkan dalam kisah cinta, karena membentuk karakter sama sekali gak semudah membalik telapak tangan. Maka bila mau kisah cintanya bahagia, latihan selflessnya sudah dimulai bahkan sejak masih jomblo. Karena jangan pernah mimpi untuk bahagia berdua, bila saat sendirian aja belum mampu bahagia.
Be selfless, be blessed
Wedyanto Hanggoro
(Konselor Edukasi Relasi)
Lalu bagaimana baiknya agar kisah kita juga kalo bisa HAPPY SAMPAI ENDING. Merangkum dari banyak kisah, mulai dari yang sederhana sampai yang menggetarkan jiwa, ada benang merah yang sama, yaitu kekuatan SELFLESS.
Kisah mereka bisa menginspirasi bahkan juga membahagiakan, bukan hanya bagi diri mereka, namun juga bagi sekeliling mereka, termasuk yang hanya mendengar atau hanya bisa membaca kisah mereka.
Mereka yang sukses menjalani bukanlah mereka yang lalu kemudian bebas dari badai, godaan untuk tidak setia apalagi yang tak pernah bertarung hebat, melainkan mereka yang bersedia meletakkan cinta mereka di atas ego mereka.
Pesta itu wajib karena hanya sekali seumur hidup
Sama sekali tak ada yang melarang soal ini, tapi bila dananya bisa digunakan untuk hal yang jauh lebih bermanfaat mungkin akan lebih indah juga bijak. Karena seriusan, banyak calon pasangan yang jauh lebih sibuk mempersiapkan PESTANYA daripada PERNIKAHANNYA SENDIRI.
Hingga akhirnya terkadang, nabung buat pestanya tiga tahun, lalu habis untuk sebuah pesta selama 3 jam namun kemudian kenyataan berkata berbeda saat harus menghadapi pernikahannya berakhir dalam tempo 3 bulan, entah karena badai moneter akibat menjaga "harkat, gengsi dan martabat", atau emang karena gak siap dengan keajaiban pernikahan yang ternyata tak se-amazing masa pacaran dulu, wkwkwkwkwk....:p
Faktor alamiah yang sangat manusiawi bila kita masih ingin "unjuk pamer" karena kebutuhan dasar untuk dihargai. Yang penting jangan sampai besar pasak daripada tiang, karena perjalanan kisah cinta kita masih panjang dan kebutuhan masih banyak.
Itu sebabnya, cukup surprise dengan bbrp pasangan yang akhirnya memilih menikah tamasya hanya bersama pasangan dan orang tua (dengan latar bakti) atau berbagi bahagia kepada sahabat/saudara yang membutuhkan (dengan fokus charity).
PASANGAN ITU PARTNER DAN BUKAN PEMBANTU
Kita memilih pasangan adalah sebagai partner hidup dan bukan pembantu. Jadi kalo sampe kaget krn kebetulan partner yang kita pilih ternyata bahkan "beneran gak bisa apapun", maka ajak kerja bakti, sebab banyak kemesraan terjadi karena aktifitas kerja bareng ini. Jadi bukan siapa ngerjain apa, tapi siapa yg sempet handle aja, sukur2x bisa kerjain bareng lalu share di Sosmed sekalian bila perlu untuk inspirasi betapa kerja rumah tangga bersama itu bisa CUTE juga romantiez, hahahhahahahahaha....:p
Demikian pula, berbagi rawat anak. Perlu selfless banget, karena jangan smp karena ego domestik, anak jadi lebih berbakti sama opa omanya, atau yang lebih tragis, lebih sayang dan hafal nama pengasuhnya. Mendidik dan menjaga anak itu kompleks. Dua orang tua merawat saja belum tentu ada jaminan sukses, apalagi sampai kehadiran keduanya sama sekali gak ada, dengan alasan "kami berdua berjuang kan untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka juga".
Uang penting, bagi pertumbuhan edukasinya, namun kehadiran dan cinta kasih serta perhatian dan sentuhan diperlukan bagi pertumbuhan jiwanya. Jangan sampai putra-putri kita tumbuh dengan jiwa mandiri tapi kering cinta kasih, dan akhirnya menyelesaikan semua masalah dengan uang yang berlimpah, sementara miskin dan gersang empatinya.
Ada baiknya dipertimbangkan dgn bijak, karena bila gak sanggup menjaga buah hati, mungkin bisa menggunakan opsi pernikahan tanpa anak, karena jangan sampai mereka jadi korban dr ego kita semata.
UANG ITU PENTING TAPI SAYANGNYA BUKAN SEGALANYA
seriusan, duit emang sangat penting, tapi nyatanya, ada atau gak ada fulus, tetep aja tingkat badainya (godaan dari pihak ketiga, sampai faktor kesabaran hati dan fisik saat perjalanan kehidupan tak sesuai harapan, salah satunya sakit panjang atau kecelakaan tak terduga, bahkan buah hati yg membutuhkan jiwa sangat-sangat besar dan luas dari kita saat ternyata lahir dengan kebutuhan khusus bahkan sangat khusus) sama besar, berikut kenyataan faktor perpisahannya. Itu sebabnya faktor banyak uang sama sekali gak pernah bakal berbanding lurus dengan index kebahagiaan sebuah keluarga. Karena jangan sampe banyak duit juga sekaligus banyak partnernya.
TAK SEMUA ORANG TUA BAIK, NAMUN TETAPLAH SEBUAH PERBUATAN BAIK TERINDAH DALAM HIDUP SAAT MAU MERAWAT ORANG TUA
Gak perlu berpanjang lebar pake asumsi bahwa budaya barat anak sudah harus mandiri lah, dan sebagainya. Filosofinya sederhana dan jelas, mau anak suruh mandiri kek, ortu jangan terlalu berharap sama anak lah, dsb. Ada satu fakta jelas bahwa, ANAK SAMPAI KAPAN PUN GAK BAKAL PERNAH BISA BALAS BUDI ORANG TUA KAN, MAKA MINIMAL BISA MERAWAT SENDIRI SUKUR SUKUR SAMPAI MEMBAHAGIAKAN.
Karena sudah jelas, contoh nyata adalah segalanya krn selain lebih berharga dan bermanfaat dibandingkan ribuan nasehat, juga itulah yang akan jadi warisan bagi generasi-generasi kita selanjutnya.
Mendidik anak untuk berbakti, bukanlah tentang pelajaran kewajiban balas budi, melainkan lebih kepada kesadaran bahwa jangan sampai kita baik kepada orang tua lain namun malah justru buruk kepada orang tua sendiri. Kita berjodoh dengan orang tua yang sekarang, sudah jelas murni tanaman kita sendiri, maka apapun bentuknya, baik atau buruk, alangkah indahnya bila kita yang menjaga mereka dengan tangan kita sendiri. Supaya jangan sampai kita ironisnya bahkan misalnya sampai mampu menyadarkan orang tua lain kembali dari jalan yang salah hingga bisa kembali ke jalan yang benar, sementara orang tua sendiri yang kadang justru sudah di jalan benar malah disia-siakan.
Merawat orang tua sesungguhnya membaikkan hubungan sendiri, karena dalam proses menjalani kehidupan, menyehatkan jiwa orang lain sesungguhnya menyembuhkan jiwa kita sendiri terlebih dahulu.
So, pada akhirnya ternyata semua faktor yang sudah tersampaikan di atas membutuhkan SELFLESS. intinya keluarga yang bahagia, bahkan sukses hingga hanya maut memisahkan, indikatornya adalah tingkat, ukuran dan level selfless yang semakin tinggi, semakin besar dan semakin dalam.
Selfless utk gak perlu gengsi jadi resepsinya digantikan dengan cara yg berbeda, selfless dalam partnership dan jaga anak juga jaga orang tua. Selfless dimulai dari cara kita menjalani kehidupan, maka baru bisa diterapkan dalam kisah cinta, karena membentuk karakter sama sekali gak semudah membalik telapak tangan. Maka bila mau kisah cintanya bahagia, latihan selflessnya sudah dimulai bahkan sejak masih jomblo. Karena jangan pernah mimpi untuk bahagia berdua, bila saat sendirian aja belum mampu bahagia.
Be selfless, be blessed
Wedyanto Hanggoro
(Konselor Edukasi Relasi)
Komentar
Posting Komentar