Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Tentang Hati

Tulisan berikut ini diperoleh dari kumpulan pesan baik beberapa guru _/\_ 1. Bagaimana bila SI DIA lebih mengutamakan baktinya daripada keluarganya??? Dalam sebuah event diskusi, seorang perempuan dewasa bertanya tentang keraguannya untuk melanjutkan hubungannya ke tingkat pernikahan, karena dia melihat bagaimana baktinya sang calon kepada orang tuanya. Ia kuatir bahwa itu akan menyulitkan kehidupan keluarganya bila sang calon terlalu "anak mami" seperti itu. Dijawab dengan sebuah ilustrasi kisah nyata bahwa ada seorang anak yang begitu tulus melepaskan segalanya demi kesembuhan ibunya terkasih, bahkan sejak awal ia siap untuk kehilangan keluarganya sendiri, karena ia memahami bahwa pasangan hidupnya belum tentu berkenan dan memahami juga bertahan di sisinya bila suatu saat ia akan kehilangan "segalanya" untuk baktinya. Dan memang, ia harus kehilangan seluruh hartanya (bahkan hingga tak mampu menebus jenazah ibunya dari rumah sakit) setelah

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat berani memutuskan untuk memilih sebuah jalan kehidupan. Karena apapun yg dipilih, (sayangnya) pasti punya konsekwensinya masing-masing

Beberapa curahan hati dari sahabat maupun klien tentang "PEMBATASAN" untuk berkarir bahkan kegiatan sosial sekalipun, entah oleh pasangan bahkan orang tua, membuat banyak sahabat tersebut mempertanyakan "apa sesungguhnya makna menikah itu?", bila ujungnya mereka malah merasa jadi lebih "terpenjara" dan menganggap pasangan dan orang tua serta mertuanya gak support mereka, padahal semua karir atau kegiatan kebajikan itu buat keuntungan keluarga mereka jg. Well, berani berkeputusan keluarga sudah pasti memiliki konsekwensinya masing2x. Bila masih "(terlanjur) sayang" dengan karir maupun kegiatan sosialnya, ya sebaiknya jangan pernah memilih berkeluarga. Betul, memang ada yg melarang bahkan menghentikan total (termasuk yg melarang dgn alasan yg gak jelas), namun sebagian besar, ternyata (akhirnya) lebih banyak karena kasus "kurang toleransi" dengan pernikahannya. Selama bukan melarang apalagi menghentikan dgn alasan yg gak jelas,

Relasi atau Kongsi

Mengulik topik ini tak bakal pernah kehabisan bahan. Topik kali ini membahas tentang rentannya perpisahan yang begitu mudah terjadi meski "modal" sudah lengkap bahkan nyaris sempurna sekalipun. Bila melihat kisah-kisah yang terbukti BERJALAN BAIK bahkan juga INDAH, bukan karena mereka BEBAS DARI KESULITAN atau bahkan BEBAS DARI PERTIKAIAN apalagi kemudian mengharap BEBAS DARI MASALAH. Kuncinya adalah KESAMAAN VISI dalam bingkai TOLERANSI dan KEBIJAKSANAAN. Sederhananya seperti ini: - Gimana kalo dapet pasangan yg meski mungkin berlimpah rejeki dan berlebih hoki, tapi VISI hidupnya didedikasikan untuk berderma, maka bisa PERANG DUNIA 3, bila punya pasangan yg tidak sevisi, meski moralnya sangat baik sekalipun, plus bisa bagi waktu seimbang antara kerja keras, sosial dan keluarga berikut penuh cinta pada keluarga, karena POLA HIDUPNYA benar2x hanya sesuai dengan KEBUTUHAN dan bukan keinginan, sebab dimaksimalkan lebih untuk sosial, spiritual dan kemanusiaan. - atau

Hati-hati dengan kebencian kita, karena...

Hati-hati dengan KEBENCIAN kita, karena bukan hanya merusak (baik tubuh maupun batin kita), melainkan juga MAMPU MENDEKATKAN jodoh "impian" kita, karena memang alam semesta sangat adil, MELATIH KESABARAN kita dan bukan melulu menyenangkan kita, hahahaha.....:D Meski bermaksud utk sangat serius dalam menyimak sekaligus menjadi bahan perenungan, apa daya batin dan logika gak bisa kompak dan akhirnya dengan berat hati harus senyum minimal nyengir setelah memperoleh banyak "pencerahan" dari kisah para sahabat dan saudara juga relasi yg "sukses" memperoleh jodoh sesuai stadium kebencian mereka. Mulai dr yg level jengkel dan kebetulan dapetnya sifatnya saja yang kebetulan mirip sama dgn seseorang yg kurang disukainya. Lalu ada yg level sedang yaitu marah, dapet cuman mukanya (dan sekaligus penampilan fisiknya mirip banget bagai "kembaran" sang "antagonis") namun sifatnya belum tentu sama (tapj efek harus melihat kemiripan wajah tetap m

Secara logis, CINTA baik seharusnya TANPA SYARAT, tapi..............

UNCONDITIONAL LOVE , itu adalah pedoman untuk CINTA yang baik sekaligus juga bahagia. Namun sayangnya, dalam kenyataan di lapangan, gak bisa seideal itu. Berikut daftar " kerealistisan " kita: 1. Gak MUNA kalo bisa cakep lah (minimal untuk perbaikan keturunan) Sayangnya SYARAT satu ini sama sekali gak jamin untuk " gak berhenti mencari " sih. Karena nyatanya ya tetep ada kejadian ketidak-mampuan untuk menjaga kesetiaan , meski pasangan sudah serupawan apapun. atau bahkan " rumput tetangga (terlihat dan terasa) lebih hijau " karena faktor PERUBAHAN (entah karena memang secara alamiah akibat faktor usia maupun akibat efek dari sakit tubuh jasmani). Well, ternyata semaha ganteng/cantik apapun pada akhirnya gak pernah menjamin kemudian happily ever after, bahkan meski saat masih level unyu-unyu sekalipun belum tentu "kuai-kuai" mengarungi bahtera cinta, hihihi.... 2. Wajib REALISTIS lah,"Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya