Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Tentang Reaksi Kimia

Kali ini pendek aja sharenya :D Romansa yg berjalan sehat, baik jg membahagiakan, meski ada banyak faktor, diantaranya spt kedewasaan mental, mandiri finansial, menjaga moralitas, tp ada yg paling utama CHEMISTRY. Ilustrasinya seDerhana aja sih. Banyak yg mapan bisa hancur, krn ternyata orientasi awalnya timpang, yg satu mungkin bisa aja cinta tulus atau bs aja cinta nafsu, sementara partnernya mungki cinta secara kalkulasi keamanan ekonomi, hehehehheh, ya sekuat kuat nya, krn fondasinya gak serasi, kena colek angin dikit misalnya krismon atau penyakit kritis, ya bs bubar. Demikian pula dgn kekaguman bahkan rasa kasihan, sungkan, gak enak atau apapun itu jg mengalami hal yg sama. Kagum krn prestasi atau kebaikannya, atau bahkan respek sama perjuangannya yg tanpa henti, meski gak cinta awalnya, meski akhirnya terima dan jadian, jg lumayan rapuh, krn agak susah dibedakan atau dideteksi, antara cinta, suka, kagum atau kasian kan kalo kondisinya kayak githu, Hahahahhah.....:p

The Empty Box (Kotak Kosong)

Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu, saat seorang ayah sedang menghukum putri kecilnya yg berusia 5 tahun karena ia menghabiskan satu gulung kertas pembungkus kado berwarna emas yg sangat mahal harganya. Keuangan mereka sangat ketat saat itu dan sang ayah semakin marah saat putri kecilnya itu malah memakai semua kertas pembungkus yang mahal itu hanya sebagai penghias dari sebuah kotak yang ia letakkan di bawah pohon natal mereka. Namun tanpa pernah ia sangka, keesokan paginya, putri kecilnya itu malah memberikan kotak yang telah membuatnya marah itu kepadanya, sambil berkata, ” Ini untukmu, Papa...” Sang ayah merasa sangat malu dengan reaksi yang dilakukannya kepada putrinya sehari sebelumnya, karena ternyata kotak itu dibuat putrinya untuk dirinya. Tapi kemarahannya kemudian meluap kembali, saat ia menemukan bahwa kotak itu ternyata KOSONG… Ia kemudian berkata kepada putrinya dengan nada yang sangat keras, “Kamu tahu, gadi

In The Name of LOVE (Atas Nama CINTA)

Ada temen yang bilang kalo “cinta itu gombal” dan ada “teman” yang lain bilang kalo “cinta itu derita tiada akhir”. Tapi ada juga yang bilang bahwa “cinta itu indah” dan yang lainnya bilang bahwa “cinta itu cerahkan hati dan hangatkan jiwa”. Manakah sesungguhnya diantara mereka yang paling benar? Jawabannya adalah tergantung dari sisi mana mereka sedang “berdiri”. Mereka yang saat ini sedang berada di sisi “cinta itu harus memiliki”, maka ketika proses itu tidak dapat terjadi, maka mereka biasanya mengambil sikap kecewa, jengkel, stress, marah atau bahkan mungkin bisa mengalami gangguan kejiwaan hingga yang paling ekstrim yaitu kehilangan nyawa. Namun bila keinginan mereka tercapai, biasanya mereka akan cenderung mengambil sikap posesif (atau over-protective), kadar cemburu yang cukup berlebihan, penuh prasangka dan sikap curiga yang terkadang gak beralasan hingga yang paling ekstrim adalah melakukan kekerasan di dalam hubungan mereka. Pada sisi inilah, pendapat bahwa “cinta it

Non-Violent Parenting (Mendidik Anak Dengan Cinta)

Dr. Arun Gandhi, cucu laki2x dr Mahatma Gandhi dan juga pendiri M.K. Gandhi Institute for Non-Violence, di kuliah umumnya di University of Puerto Rico, tanggal 9 Juni, menyampaikan hal berikut tentang sebuah contoh nyata dari, “mendidik anak dengan cinta”. Saat itu saya berusia 16 tahun dan tinggal bersama dengan kedua orang tuaku di sebuah institut yang didirikan oleh kakekku, 18 mil di luar Durban, Afrika Selatan, di tengah2x ladang tebu. Kita tinggal di pedesaan yang cukup sepi, sehingga kami nyaris tidak punya tetangga, sehingga aku dan kedua saudara perempuanku sering mengambil kesempatan untuk jalan2x ke kota hanya sekedar untuk berkunjung ke rumah teman atau menonton bioskop. Suatu hari, ayahku meminta bantuanku untuk mengantarnya ke kota untuk sebuah konferensi sehari yang harus dia ikuti, dan aku merasa ini adalah sebuah kesempatan yang sangat baik.

The World of Loveh-Loveh :D

Di era modern spt Skrg, sudah terjadi banyak pergerakan varian dr romansa. Berikut beberapa diantaranya: 1. DARI (PER)MATA TURUN KE HATI apakah ini salah. Jawabannya GAK JUGA, krn jaman sekarang emang harus realistis. Semua kebutuhan bahkan yg paling dasar aja udah lumayan hohoho, jadi sangat wajar, bila banyak yg "terpaksa" harus mencari yg aman secara finansial, krn semua demi tuntutan kenyataan hidup yg gak selalu bersahabat dgn "pilihan hati". Meski pada kenyataannya, gak semuanya happy journey atau happily ever after bahkan happy ending. Karena ada yg ternyata akhirnya "paman gober stadium akhir" (harusnya ngerti sih maknanya apa, hihihi...:p), atau yg share salah satu sahabat saya, "uangku ya uangku, uangmu ya uangmu. Hati kita boleh menyatu, tapi tidak dgn ATM kita", hehehehh, sampe yang "lebih fokus ke usaha/karir", krn semuanya dilakukan demi membahagiakan anak dan keluarga (tapi lupa bahwa KEHADIRAN juga salah satu el

Tentang Menyayangi

Kita semua tentu belajar dr pengalaman. Bahkan yg udah expert atau level mastah sekalipun masih bisa kepeleset (dan itu berlaku di bidang apapun, tidak terkecuali bidang spiritual/religius dan juga romansa/lope-lope). We all know kalo semua hal yang bersifat "belonging" pasti berujung penderitaan, mau dapet apalagi kalo sampe gak dapet. But, kita masih ngelakuin bahkan meski semua kitab suci udah hafal sekalipun. Jadi apakah rasa "melepas" hanya utk para suci, para bijak atau para tercerahkan? rasanya gak perlu sampe level bijak atau suci utk mulai praktek itu. Mulai dgn hal paling simple, saat melakukan kebaikan, mulai lepaskan kebutuhan akan terima kasih apalagi pujian atau bahkan dikenal seseorang, jd mengurangi penderitaan saat gak ada yang tau kebaikan kita apalagi kenal kita. Mulai belajar paham bahwa saat sayang sama seseorang, ia pun punya hak untuk menolak atau menerima (perasaan) cinta kita sebagaimana kita juga punya hak terima atau menolak ora

Love and Life

Pada suatu waktu, dlm sebuah acara, seorang audiens bertanya: "apakah cinta gak harus memiliki?" Kemudian dijawab narsumnya bahwa: "bila ada barang di sebuah pusat perbelanjaan tidak mampu kita miliki krn uang kita tak cukup, maka bukan salah si barang, tapi karena salah ketidak-mampuan kita sendiri untuk memilikinya, dan demikian pula dengan cinta". Sah-sah saja jawaban seperti itu sih, meski harus dipertimbangkan jg "karena hidup gak pasti" (masih bisa survive gak pas segalanya gak berjalan sesuai harapan) dan "gak semua pemenuhan kebutuhan emosional bisa digantikan dgn ATM". Demikian banyak yg "berprinsip sekali seumur hidup", haruskah mengorbankan segalanya utk lalu baper kemudian. Krn bbrp kali jumpa kejadian, pasangannya berujar: "Ternyata stelah dihitung di atas kertas, biaya acara kita begitu besar. Belum apa2x saya sudah pusing, apalagi nanti memikirkan Biaya susu, biaya kesehatan dan biaya pendidi