Tulisan berikut ini diperoleh dari kumpulan pesan baik beberapa guru _/\_
1. Bagaimana bila SI DIA lebih mengutamakan baktinya daripada keluarganya???
Dalam sebuah event diskusi, seorang perempuan dewasa bertanya tentang keraguannya untuk melanjutkan hubungannya ke tingkat pernikahan, karena dia melihat bagaimana baktinya sang calon kepada orang tuanya. Ia kuatir bahwa itu akan menyulitkan kehidupan keluarganya bila sang calon terlalu "anak mami" seperti itu.
Dijawab dengan sebuah ilustrasi kisah nyata bahwa ada seorang anak yang begitu tulus melepaskan segalanya demi kesembuhan ibunya terkasih, bahkan sejak awal ia siap untuk kehilangan keluarganya sendiri, karena ia memahami bahwa pasangan hidupnya belum tentu berkenan dan memahami juga bertahan di sisinya bila suatu saat ia akan kehilangan "segalanya" untuk baktinya.
Dan memang, ia harus kehilangan seluruh hartanya (bahkan hingga tak mampu menebus jenazah ibunya dari rumah sakit) setelah hampir 6 tahun berjuang tanpa lelah bagi kesembuhan sang ibu. Namun ia tak pernah kehilangan cinta dan keluarganya, karena sang istri ternyata tetap di sampingnya (belakangan diketahui bahwa sang istri tetap berkenan bertahan meski sekarang tak punya apa-apa (padahal dulu memiliki segalanya) bahkan tinggal menumpang di rumah salah satu saudara sepupu sang suami karena satu hal sederhana, "bahwa suaminya melepaskan segalanya demi sang ibu yang budinya takkan pernah dibalas dan karena beliau percaya kebaikan pasti akan berbuah kebaikan sementara keteladanan nyata adalah segalanya. Maka pilihan suaminya pasti akan memberikan cermin positif untuk buah hati mereka juga siapa tahu bisa melakukan hal yang sama bagi orang tuanya, termasuk dirinya selaku ibu bagi mereka."
Demikianlah kebaikan (apalagi bakti tulus hingga bersedia melepaskan segalanya) berbuah kebaikan. Beragam sahabat dan saudara baru baik yang sudah dikenal maupun tak dikenalnya dari berbagai tempat) baik dalam maupun luar negeri) menyisihkan sebagian rejekinya untuk membantu sang anak berbakti karena terkesan dengan praktek baktinya yang luar biasa sekaligus inspiratif.
19 tahun setelah kepergian ibunya untuk selamanya, sang bapak bukan hanya mampu melunasi seluruh hutangnya namun juga bisa kembali ke roda atas kehidupan (meski tak semegah dulu namun tetap sudah termasuk sejahtera dan sekaligus bebas hutang) berikut begitu indah membalas budi kebaikan saudara sepupunya yang begitu tulus membantunya namun di kala usia tuanya mengalami kesulitan keuangan. Sang bapak yang penuh bakti itu sekaligus membuktikan jiwa indahnya dengan membantu dana pendidikan cucu-cucu dari sepupunya bahkan hingga jenjang perguruan tinggi di luar negeri.
Pesan penutup bagi sang penanya:
Semoga memperoleh pelajaran berharga dari kisah tersebut dan juga sekaligus memahami perbedaan antara "anak berbakti" dan "anak mami". Karena tidak akan pernah ada yang miskin apalagi menderita untuk mereka yang berbakti dan membahagiakan kedua orang tuanya.
2. Mengapa harus "satu di dalam dan satu di luar" saat membentuk keluarga???
Dijawab dengan sebuah saran bahwa bila bukan karena kondisi darurat, ada baiknya anak diupayakan tetap dijaga sendiri. (sempat direspon kembali bahwa "bekerja berdua saja (jaman sekarang) belum tentu cukup apalagi hanya bekerja sendiri", lagipula kondisi hidup juga serba tidak pasti, bila diri sendiri juga tidak punya pemasukan sendiri, nanti bagaimana bila terjadi sesuatu dengan pasangan hidupnya, dan yang terburuk adalah kematian, lalu bagaimana nanti menghidupi keluarganya)
Masa usia emas seorang anak itu hanya sampai 12 tahun, karena setelah itu, ia akan cenderung lebih nyaman berkumpul dengan teman seusianya lalu kemudian semakin dewasa akan lebih "mengutamakan" keluarganya dibandingkan orang tuanya dan demikian seterusnya.
Ada banyak hal yang tak bisa tergantikan oleh uang seperti SENTUHAN, KEHADIRAN, WAKTU-TELINGA-HATI UNTUK MENDENGARKAN, BIMBINGAN MORALITAS/SPIRITUAL, INTERAKSI, KEBERSAMAAN DAN TERUTAMA CONTOH (PRAKTEK KEBAJIKAN NYATA) DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI MEREKA.
Penutup jawaban untuk penanya:
Sebuah perhiasan belum tentu mau dititipkan kepada orang lain, namun buah hati yang lebih mahal kadang lebih mudah dipercayakan kepada orang lain.
Usahakan untuk tidak menitipkan kepada orang tua, karena hal sederhana bahwa usia fisik mereka yang sudah tidak muda dan tidak mudah lagi, juga pola pendidikan usia senior yang relatif lebih "terlalu toleran" (karena posisi anak dan cucu yang pasti "berbeda di hati") bisa menyulitkan bukan hanya hidup si anak kelak bahkan juga bisa menyulitkan orang tuanya.
Tidak ada kaki yang mampu berdiri pada dua perahu juga perlu dipertimbangkan.
Adalah betul hidup tak pasti dan semuanya butuh uang, Namun juga perlu menyadari bahwa ada hal-hal tertentu yang takkan pernah bisa digantikan atau diselesaikan dengan uang. Menyesal selalu datang belakangan, sementara waktu takkan pernah bisa diulang.
Jangan dengan alasan bahwa nanti harus berjaga (keamanan keuangan) saat tiang keluarga tiba-tiba tiada, saat pasangan masih lengkap saja bisa saja keuangan musnah. Bila belum siap untuk MENDIDIK DAN MENJAGA BUAH HATI (dan masih lebih sayang pada karier) ada baiknya tidak perlu ada buah hati meski sudah menikah sekalipun. Karena menikah belum tentu berkeluarga, sementara untuk membentuk keluarga memang harus didahului menikah.
3. Bagaimana kalo sudah mendidik dengan begitu baik, sang anak dewasanya gak berbakti, atau sebelum menikah begitu berbakti, namun setelah menikah jadi durhaka????
- Perlu dipahami dulu oleh para orang tua bahwa MENURUT BELUM TENTU BERBAKTI sementara BERBAKTI BELUM TENTU MENURUTI SEMUA KEHENDAK ORANG TUA.
- Orang tua yang sukses adalah orang tua yang hanya menjaga dan membimbing anak sesuai dengan impian/cita2x hidup sang anak. Sementara orang tua yang gagal adalah mereka yang mengatur hdup anaknya sesuai dengan impian orang tuanya.
- Setelah memahami hal tersebut di atas, baru menengok ke arah anaknya, dulu orang tuanya termasuk tipe yang "sukses" atau tipe yang "gagal".
- Bila ternyata si ortu masuk kategori gagal ya wajib berusaha untuk cari solusi karena yang memulai kan dari pihak orang tua.
- Bila ternyata sudah masuk kategori orang tua sukses namun anak masih gak berbakti juga, maka supaya tidak jatuh dalam kekecewaan apalagi kesedihan, perlu disadari bahwa "dalam pohon sebaik apapun bibitnya, ternyata masih bisa tumbuh 1 dan atau 2 buah yang busuk".
Dengan menyadari hakekat itu, maka tidak pernah akan ada yang namanya usaha yang sia-sia. Kebajikan pasti tetap akan berbuah kebajikan. Bila kebajikan yang dilakukan sudah tulus maka tidak perlu kecewa, tidak dapat diperoleh dari buah hati sendiri, pasti "buahnya" akan panen secara fair dan alamiah dari pihak yang lain.
- Kecewa sudah pasti muncul, apalagi buah hati sendiri. Namun wajib menyadari juga satu hal sederhana bahwa HIDUP TAK PERNAH PASTI MESKIPUN ITU ANAK KITA SENDIRI. KEBAJIKAN TAKKAN PERNAH MENGHIANATI BENIH YANG DITANAM, KARENA PASTI AKAN BERBUAH TEPAT PADA WAKTUNYA, MESKI DARI PIHAK LAIN SEKALIPUN. MAKA SETIALAH SAMPAI AKHIR HANYA PADA KEBAJIKAN.
SEMOGA BERMANFAAT SEMOGA BERBAHAGIA
SELALU PENUH CINTA UNTUK ANDA SEMUA
WEDY _/\_
(EDUKATOR DAN KONSELING)
Komentar
Posting Komentar