Langsung ke konten utama

Value of Life

Mungkin beberapa diantara kita yg pernah denger kisah dr Ajahn Brahm tentang ,"Ayam dan Bebek",dimana sepasang suami istri yg kebetulan mendengar suara binatang lalu sibuk "berdebat" tentang nama binatang yang mereka dengar suaranya tersebut. Pada awalnya suaminya (yg kebetulan di kisah ini dlm posisi BENAR) berusaha sibuk"memperbaiki" kesalahan istrinya tersebut, namun belakangan akhirnya sang suami baru menyadari bahwa KEDAMAIAN ITU JAUH LEBIH PENTING DARIPADA SEKEDAR BENAR,sehingga kemudian ia mengalah kepada "kebenaran" istrinya tersebut, demi sebuah cinta yang penuh ketulusan.


Apakah cara diatas itu tepat? Sebenarnya nggak juga, tapi toh masih ada waktu lain kan untuk menjelaskan kebenarannya tersebut. Bukankah lebih baik damai terlebih dahulu, meski terpaksa harus berdiri di atas sebuah "kesalahan" sekalipun, ketimbang sebuah kebenaran namun berdiri di atas sebuah "perang". Dan sayangnya kita lebih sering githu, padahal kita lupa untuk menyadari bahwa apa yang menurut kita benar (bahkan meski itu udah tercantum di ajaran agama skalipun) belum tentu menurut orang lain juga benar, dimana hal yang paling konyol adalah kita lebih sering memaksakan EGO kita atas nama kebenaran (padahal diri kita pribadi pun juga belum tentu mau diperlakukan seperti itu, huehuehue...;p)


Ada banyak cara (dan juga mencari waktu yang tepat) dalam menyampaikan kebenaran, di mana cara yg terbaik adalah PRAKTEK LANGSUNG ketimbang sekedar RIBUAN NASEHAT. Praktek langsung tentu saja jauh lebih berharga daripada ribuan bahkan jutaan nasehat, karena orang yg pandai bicara belum tentu mampu mempraktekkannya, sedangkan orang yang mampu berpraktek baik, meski ia tak pandai bicara, namun perilakunya pasti akan langsung mendapat respek dari orang-orang sekelilingnya, dan sukur2x bisa menginspirasi mereka untuk berperilaku baik yg sama, dengan sang praktisi tersebut. Seorang motivator mungkin dapat membuat otak mampu berpikir bagaimana cara bertindak baik, tapi seorang praktisi kebajikan bahkan mampu menggerakkan hati kita bagaimana menyadari setiap tindakan yg sudah, sedang dan akan kita lakukan.


Sudah terlalu banyak kesalahan yg gak perlu yang sering kita lakukan dalam hidup sehari-hari dengan atas nama KEBENARAN, termasuk seperti contoh di atas tadi, dan terutama kepada orang tua kita. Orang tua, sebagai manusia biasa, tentu saja tidak terlepas dari kekurangan, namun haruskah kita memaksakan diri dengan atas nama KEBENARAN, sehingga kita sampai menyakiti hati mereka yang telah melahirkan kita (dengan perjuangan darah dan juga nyawa) serta tulus dalam merawat, membesarkan dan melindungi kita, sepertinya itu sangat gak sebanding banget.


Mungkin kita juga bisa belajar banyak dr kisah adik saya, (alm.) Budyanto Hanggoro, yang mampu mempraktekkan sebuah bakti dgn cara yg bijaksana, meski di usianya yg sangat belia. Adik saya baru menjelaskan KEBENARANNYA saat orang tua saya sudah dalam keadaan yg baik. Sedangkan pada saat ibu saya sedang meluapkan perasaannya sebagai wujud kekhawatiran serta kepeduliannya sebagai seorang ibu (karena adik saya waktu itu pulang malam (dikarenakan kegiatan ekskul mendadak yg harus ia jalanin saat itu) serta tidak ada kabar sama sekali (karena keterbatasan alat komunikasi saat itu, sebab HP belum umum pd thn 1994), maka adik saya memilih untuk diam dan total mendengarkan.


Namun esoknya, ia baru menjelaskan kronologis kejadiannya, dan seperti biasa, jawaban seorang ibu rata2x pasti akan sama seperti ini, "Kenapa elu gak cerita kalo kejadiannya seperti itu..." (klasik banget khan, hehehe...), tapi yg lebih hebat tentu saja jawaban adik saya tersebut, "Gak papa koq Ma, Awen (panggilan kami di rumah untuknya) memang sengaja lakukan itu, karena Awen pengen hati Mama jadi lega.... Lagipula Awen tau koq, kalo apa yg Mama lakuin semua tadi malem itu.... karena MAMA SAYANG SAMA AWEN...".

Di pagi yg cerah itu, saya bersyukur telah memperoleh sebuah berkah kebijaksanaan yg terindah tentang arti bakti yg tulus kepada orang tua, melalui adik saya. Meski sudah hampir 14 tahun, ia meninggalkan kami untuk selamanya (wafat dlm usia 18 thn karena kecelakaan thn 1996), namun pelajaran berharga tentang kehidupan yg ia wariskan kepada kami, akan slalu tersimpan di lubuk hati kami yg terdalam, di sepanjang kehidupan kami. Sungguh sebuah kebijaksanaan sama sekali tidak bergantung pada faktor usia, tapi lebih kepada kedewasaan batin kita masing-masing, dan (alm) adik saya mungkin cukup layak untuk termasuk menjadi salah satunya...


Pada akhirnya... nilai-nilai kehidupan (Value of Life) bukanlah bergantung semata-mata pada kebenaran, tapi lebih kepada KEBIJAKSANAAN KITA YG TENTUNYA BERLANDASKAN BELAS KASIH YG PENUH KETULUSAN. Semoga sharing sederhana ini bisa bermanfaat buat kita semua, terutama sebagai reminder buat saya pribadi. Selamat berbuat kebajikan dan semoga semua makhluk slalu hidup berbahgaia, jia you _/\_


Penuh Cinta

Wedy

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta yang Tak Pernah Padam (dari Chicken Soup for The Couple Soul)

Ketika aku berjalan kaki pulang ke rumah di suatu hari yang dingin, kakiku tersandung sebuah dompet yang tampaknya terjatuh tanpa sepengetahuan pemiliknya. Aku memungut dan melihat isi dompet itu kalau-kalau aku bisa menghubungi pemiliknya. Tapi, dompet itu hanya berisi uang sejumlah tiga Dollar dan selembar surat kusut yang sepertinya sudah bertahun-tahun tersimpan di dalamnya. Satu-satunya yang tertera pada amplop surat itu adalah alamat si pengirim. Aku membuka isinya sambil berharap bisa menemukan petunjuk. Lalu aku baca tahun “1924″. Ternyata surat itu ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang anggun di atas kertas biru lembut yang berhiaskan bunga-bunga kecil di sudut kirinya. Tertulis di sana, “Sayangku Michael”, yang menunjukkan kepada siapa surat itu ditulis yang ternyata bernama Michael. Penulis surat itu menyatakan bahwa ia tidak bisa bertemu dengannya lagi karena ibu telah melarangnya. Tapi, meski begitu ia masih tetap mencintainy...

Makna Hidup (oleh Bunda Teresa)

‎​ * Hidup adalah kesempatan, gunakan itu. * Hidup adalah keindahan, kagumi itu. * Hidup adalah mimpi, wujudkan itu. * Hidup adalah tantangan, hadapi itu. * Hidup adalah kewajiban, penuhi itu. * Hidup adalah pertandingan, jalani itu. * Hidup adalah mahal, jaga itu. * Hidup adalah kekayaan, simpan itu. * Hidup adalah kasih, nikmati itu. * Hidup adalah janji, genapi itu. * Hidup adalah kesusahan, atasi itu. * Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu. * Hidup adalah perjuangan, terima itu. * Hidup adalah tragedi, hadapi itu. * Hidup adalah petualangan, lewati itu. * Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu. * Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu. ‎​Orang sering keterlaluan, tidak logis, dan hanya mementingkan diri sendiri; bagaimanapun, maafkanlah mereka Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih; bagaimanapun, berbaik hatilah Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa yang sejati; bagaimanapun, ...

" SUDAH PUNYA, TAK LAGI INDAH "

‎​‎​ Yang punya Iphone merasa Blackberry lebih effisien. Yang punya Blackberry merasa Iphone lebih canggih dan keren. Yang punya Accord merasa Camry lebih sportif. Yang punya Camry merasa Accord lebih gagah. Yang tinggal di gunung merindukan pantai. Yang tinggal di pantai merindukan gunung. Di musim panas merindukan musim dingin. Di musim dingin merindukan musim panas. Yang berambut hitam mengagumi yang pirang. Yang berambut pirang mengagumi yang hitam. Diam di rumah merindukan bepergian. Setelah bepergian merindukan rumah. Ketika masih jadi Staff ingin jadi Manager. Begitu jadi Manager ingin jadi Staff , gak pusing katanya. Waktu tenang mencari keramaian. Waktu ramai mencari ketenangan. Saat masih bujangan, pengin punya suami ganteng/istri cantik. Begitu sudah dapat suami ganteng/istri cantik, pengin yang biasa2 saja. Bikin cemburu aja/ takut selingkuh!!! Punya anak satu mendambakan banyak anak. Punya banyak anak mendambakan satu anak saja. K...